Penggunaan Lahan





    Penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara intensif dilakukan pada lahan tertentu. Penggunaan lahan juga berhubungan dengan desakan manusia untuk memenuhi kebutuhan atau mempermudah melakukan aktivitas. Penggunaan lahan akan selalu berubah dalam kurun waktu tertentu. Namun, setiap penggunaan lahan memiliki tingkat kemudahan untuk berubah yang berbeda. Oleh karena  itu, perlu adanya proses pembaruan dalam memetakan penggunaan lahan secara berkala untuk meningkatkan akurasi dari peta penggunaan lahan atau hasil interpretasi citra.

    Pemetaan  penggunaan  lahan  memiliki  beberapa  standar  yang  harus  dipenuhi. Standar tersebut merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang telah dibuat dan diakui secara global atau nasional. Standar tersebut berkaitan dengan skala cetak yang akan digunakan. Setiap skala memiliki klasifikasi yang berbeda. Semakin besar skala peta, maka spesifikasi penggunaan lahan pada suatu klasifikasi akan semakin rinci. Pemetaan penggunaan lahan merupakan kegiatan pemetaan yang Nampak mudah tapi memiliki resiko yang tinggi. Disebut mudah karena interpretasi penggunaan lahan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Contohnya, ketika menginterpretasi sawah dapat menggunakan salah satu pendekatan, yaitu pendekatan bentuklahan, sawah banyak ditemukan di dataran aluvial yang memiliki lereng landai dan perbedaan ketinggian yang sangat minim. Selain itu, sawah berasosiasi dengan sungai yang sudah cenderung berbentuk meander. Selain pendekatan bentuklahan, sawah juga dapat diinterpretasi dengan menggunakan pendekatan penutup lahan, klasifikasi multispektral, dan sebagainya.

    Hal yang perlu diperhatikan ketika pemetaan penggunaan lahan adalah skala input (skala sumber data) dan skala output (skala cetak). Perbedaan skala akan mempengaruhi pada tingkat klasifikasi yang digunakan. Jika skala output lebih besar dari skala input maka perlu adanya proses uji akurasi dan perincian interpretasi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan melihat dan mengobservasi ke lapangan secara langsung. Jika skala output lebih kecil dari skala input, maka perlu diadakan proses generalisasi. Proses generalisasi atau reklasifikasi ke skala besar perlu memperhatikan konversi skala. Proses tersebut akan lebih mudah dilakukan jika skala input dan skala output tidak terlalu berbeda jauh. Sehingga memungkinkan menggunakan  sistem klasifikasi yang sama.

    Berdasarkan  hasil  yang  diperoleh,  perubahan  penggunaan  lahan  di  Kabupaten Pangandaran dari tahun 2014 ke tahun 2017 memiliki perubahan yang cukup signifikan. Penggunaan lahan baru yang banyak terbentuk adalah kebun campuran. Dibagian utara dan tengah Kabupaten Pangandaran banyak ditemukan kebun campuran, dikarenakan wilayah tersebut dekat dengan permukiman warga. Sehingga, tingkat perubahan penggunaan lahan menjadi lebih besar. Selain itu, daerah tersebut merupakan wilayah dataran aluvial yang subur sehingga tepat untuk ditanami berbagai macam tanaman. Sedangkan untuk daerah bagian timur terjadi perbedaan penggunaan yang tidak begitu signifikan hal ini dikarenakan kondisi wilayahnya yang memiliki topografi berbukit, dengan pembentuk wilayahnya pada satu area memiliki jenis tanah yang berbeda. Pada deretan jalur timur banyak terjadi longsoran sehingga daerah tersebut banyak memiliki perubahan penggunaan lahan.

    Pengujian sampel uji akurasi yang diambil di sebagian Kabupaten Pangandaran sebenarnya kurang efektif, karena terdapat penggunaan lahan yang memiliki area sama pada sampel uji akurasi. Sampel yang memiliki area yang sama di peta tetapi hasil uji lapangan menunjukkan perbedaan akan mempengaruhi tingkat akurasi peta yang diuji. Akurasi peta baik akurasi pembuat dan pengguna akan terpengaruh, tidak hanya akurasi keseluruhan. Selain itu, pengujian sampel terbatas oleh alat yang digunakan untuk menguji. Pengujian penggunaan lahan hanya menggunakan pengamatan visual dan panduan dari sistem klasifikasi penggunaan lahan sesuai peta output yang digunakan.

    Berdasarkan data lapangan yang didapatkan diketahui bahwa terdapat beberapa perubahan  nilai penggunaan  lahan. Proses uji akurasi terhadap data penggunaan lahan dilakukan melalui pengamatan secara langsung di lapangan, dengan penamaan berdasarkan skema klasifikasi yang digunakan. Uji akurasi ini menggunakan skema klasifikasi 1:50.000, sehingga penamaan data akan sesuai. Data lapangan diolah dengan menggunakan confusion matrix. Confusion matrix ini merupakan cara pengujian yang dilakukan dengan membandingkan data interpretasi dengan data yang sebenarnya di lapangan. Tujuan dari penggunaan confusion matrix adalah untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan. Secara keseluruhan akurasi yang didapatkan sebesar 48,94%. Nilai akurasi yang rendah dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti contohnya perbedaan persepsi dalam menginterpretasi  penggunaan  lahan di  lapangan,  pengalaman  yang berbeda dari setiap mahasiswa, hingga kesalahan interpretasi pada citra.

    Nilai  producer  accuracy  mempengaruhi pada  nilai  kemungkinan  perubahan  yang terjadi pada area kajian. User accuracy mengacu pada nilai penggunaan wilayah kajian. Pada penggunaan lahan permukiman banyak mengalami perubahan nilai ke dalam jenis penggunaan lahan kebun campuran yaitu sebanyak 9 titik. Perubahan ini disebabkan karena banyak titik di peta yang teridentifikasi sebagai pemukiman tetapi keadaan sebenarnya di lapangan memiliki penggunaan lahan berupa kebun campuran yang dominan. Sedangkan berdasarkan data lapangan jenis penggunaan lahan belukar tidak mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena sampel penggunaan lahan berupa belukar hanya sedikit, dan dari sampel yang sedikit tersebut kondisi lapangan terrepresentatif secara baik.   Total sampel yang didapatkan untuk pengujian titik penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu sebanyak 47 titik.


Tim Peta Skala Kecil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar